Oleh : Bustami, M.Pd. (Dosen Pendidikan Agama Islam)
Dalam Islam penyemaian dan penanaman benih
rasa beragama dimulai sejak pertemuan ibu dan bapak yang membuahkan janin dalam
kandungan, yang dimulai dengan doa kepada Allah Ta’ala sampai kepada
pengharapan, agar janinnya kelak lahir dan dan tumbuh menjadi anak yang shaleh/
shalihah.
Begitu anak lahir, dibisikkan ketelinganya
kalimat adzan dan iqamah, dengan harapan kalimat-kalimat thayyibah merupakan
kalimat pertama yang diterimanya, kemudian seruan adzan berulang kali di
dengarnya setiap waktu shalat tiba. Kata-kata thayyibah dan kata-kata lainnya yang berisikan jiwa agama, akan
sering didengar oleh ananda melalui orang tuanya terutama ibunya, waktu
disusukan, dimandikan, ditidurkan dan diganti pakaian oleh ibunya. Ia mendengar
kalimat thayyibah ketika sedang memperoleh kebutuhan pokoknya, tentunya
pengalaman seperti ini akan ia dapatkan secara terus menerus disetiap harinya
sehingga pengalaman ini juga akan memberikan dampak positif yang menyuburkan
rasa agama didalam jiwa anak dan akan tetap hidup didalam jiwanya. Jika ia
melihat bapak/ibunya shalat, ia pun menyerap apa yang dilihatnya itu,
lebih-lebih lagi jika disertai dengan kata-kata yang bernafaskan agama.
Setelah ananda dapat berjalan pada umur
setahun bahkan lebih, barangkali anak akan mulai meniru ibu dan bapaknya shalat, berdoa
dan mengucapkan kata-kata yang ditirunya. Segera pula bagi ibu yang mengerti
untuk membuatkannya mukena (sarung kecil untuk anak perempuan), sarung dan peci
untuk anak laki-laki. Ananda pun ikut shalat berjamaah sesuai dengan
kemampuannya. Kegembiraan akan terpancar dari raut wajah ananda, apabila ia ikut
sahalat bersama ibu dan bapaknya dengan memakai pakaian shalat yang dibuatkan
oleh ibunya. Ia pun diajak pergi ke masjid oleh orang tuanya dan duduk pada shaf bersama orang tuanya. Pengalaman
itu semua merupakan pendidikan agama yang paling mendasar dalam jiwa ananda.
Agama bukan hanya ibadah saja. Agama mengatur
seluruh aspek kehidupan. Semua penampilan ibu dan bapak dalam kehidupan
sehari-hari yang disaksikan dan dialami oleh anak bernafaskan agama, disamping
latihan dan pembiasaan tentang agama perlu dilaksanakan sejak anak masih kecil,
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwanya. Apabila anak tidak
mendapatkan pendidikan, latihan dan pembiasaan keagamaan waktu kecilnya, ia
akan besar acuh tak acuh terhadap agama bahkan anti terhadap agama.
Fitrah kebertuhanan telah ada sejak anak
berada di dalam kandungan, ketika anak sudah lahir ke dunia, fitrah tersebut
semakin kuat dan anak pun semakin tahu tentang Tuhan melalui ucapan orang
tuanya dan akan dibawanya sampai ia dewasa. Oleh karena itu orang tua harus
hati-hati menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan atau pokok-pokok keimanan
lainya, jika orang tua salah menjawab atau menjelaskannya, maka konsep agama yang
salah itu akan tumbuh dan berkembang dalam jiwa anak nantinya.
Dalam memperkenalkan sifat-sifat Allah
Ta’ala kepada anak hendaklah didahulukan sifat-sifat Allah yang mendekatkan
hatinya kepada Allah, misalnya Maha Penyayang, Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Adil dan sebagainya
pada umur anak yang belum mencapai 12 tahun.
Perlu diketahui, bahwa kualitas hubungan
anak dan orang tuanya, akan mempengaruhi keyakinan keberagamaannya dikemudian
hari. Apabila ia merasa disayang dan diperlakukan adil maka ia akan meniru
orang tuanya dan menyerap agama dan nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya.
Dan jika yang terjadi sebaliknya, maka ia akan menjauhi apa yang diharapkan
orang tuanya, mungkin ia tidak akan mau melaksanakan ajaran agama dalam
hidupnya, anti terhadap agama bahkan sampai kepada penolakan terhadap agama.
Tidak semua orang tua terutama ibu, mampu
mengajarkan dan memahamkan agama kepada anak-anaknya. Tugas pemberian pelajaran
dan pengetahuan tentang agama yang lebih luas dan beragam adalah guru agama
disekolahnya. Tetapi, yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan agama pada
anak disekolah bukan hanya guru agama. Guru lainnya atau pegawai yang ada
hubungannya dengan anak, akan memberikan pengaruh kepada anak. Begitu juga
iklim yang terdapat disekolah. Semakin kecil umur si anak, semakin besar
pengaruh guru terhadap anak.
Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah membawa kemudahan hidup, baik handphone canggih yang terkoneksi
dengaan jaringan internet sehingga bisa menjadi tontonan maupun televisi yang
merambah masuk kerumah-rumah diseluruh plosok tanah air mulai dari kota sampai
ke desa, maka apapun yang ditayangkan oleh alat-alat canggih tersebut dapat
disaksikan oleh anak-anak yang masih dibawah umur bahkan kadang-kadang bayi pun
ikut menyaksikannya. Sungguh besar pengaruh kecanggihan teknologi tersebut
dalam pembentukan keperibadian anak. Si anak akan menyerap apa yang
disaksikannya lewat layar kaca yang ada dirumahnya, matanya melihat dan
menangkap apa yang ditayangkan dan telinganya mendengar sekaligus menyerap apa
yang diucapkan oleh pemeran-pemeran dalam tontonan tersebut. Semuanya itu akan
terserap oleh anak dan menjadi unsur-unsur di dalam pribadinya yang sedang
dalam proses pertumbuhan, dalam hal ini orang tua harus bijak, dan mampu menyaring, mengawasi, dan mengontrol mana yang bisa memberikan pengaruh positif dan mana yang
dapat memberikan pengaruh negatif bagi Si Anak.
Semoga kita semua sebagai orang tua saat ini
benar-benar dalam memberikan pendidikan keagamaan kepada anak, jika kita salah
dalam mendidiknya, maka bahayanya tidak menimpa ia saja, akan tetapi akan
mengenai banyak orang, masyarakat bahkan akan berpengaruh terhadap generasi
berikutnya.
Wallahu a'lam.
Pontianak, 20 Januari 2019 (Bustami)
No comments:
Post a Comment